Headline Web PA Ampana 2023 baru

Selamat Datang di Website Resmi Pengadilan Agama Ampana - Anda Berada di Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) - Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) - No Suap - No Pungli - No Gratifikasi - Waspadalah terhadap segala bentuk penipuan yang mengatasnamakan Pimpinan dan Pegawai Pengadilan Agama Ampana - Jam Pelayanan Senin-Kamis : 08.00-16.30 WITA, Jum'at : 08.00-17.00 WITA. - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Written by FZ on . Hits: 28841

MENGENAL PERADILAN AGAMA

Dr. H. Zulkarnain, S.H.,M.H.

 

DR. H. Zulkarnain, S.H., M.H. - Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palu

 

Peradilan Agama adalah salah satu lingkungan peradilan yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, bersama lingkungan peradilan umum, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, berada di bawah Mahkamah Agung (Pasal 24 UUD 1945, Pasal 18 UU No.48 Tahun 2009).  Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (Pasal 1 ayat 1 UU No.7 Tahun 1989), merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 2 UU No, 3 Tahun 2006). Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama (Pasal 3 ayat 1 UU No.7 Tahun 1989). Pengadilan Agama berkedudukan di ibu kota kabupaten dam kota, dan daerah  hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten (Pasal 4 ayat 1 UU No. 3 Tahun 2006). Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal 4 ayat 2 UU No.7 Tahun 1989). Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama (Pasal 6 ayat 1 UU No.7 Tahun 1989), dan Pengadilan Tinggi Agama merupakan Pengadilan Tingkat Banding (Pasal 6 ayat 2 UU No.7 Tahun 1989). Pengadlan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama disebut judex factie, sedangkan Mahkamah Agung disebut judex juries. Judex factie merupakan hakim yang memeriksa fakta persidangan, apakah dari fakta itu terbukti atau tidak perkara tersebut. Sedangkan, judex jurist merupakan hakim yang memeriksa penerapan hukum, apakah ada kekeliruan dalam penerapan hukum di pengadilan judex factie. Fungsi judex factie melalui beberapa tahapan pemeriksaan yaitu merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, dan mereka-reka probabilitas. Fungsi judex jurist hanya terbatas pada menyelidiki apakah putusan bertentangan dengan penerapan hukum atau pengadilan di bawahnya telah melampaui batas-batas kewenangan atau tidak.

            Peradilan Syari’at Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional dalam lingkungan Peradilan Agama, dilakukan oleh Mahkamah Syariyah. (Pasal 128 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh).

KOMPETENSI ABSOLUT:

  1. Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006:

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memtus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orag yang beragama Islam di bidang :

  1. Perkawinan
  2. Waris
  3. Wasiat
  4. Hibah
  5. Wakaf
  6. Zakat
  7. Shadaqah, dan
  8. Ekonomi syariah.

Penjelasan :

Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya.

Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.

Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain :

  1. Izin beristri lebih dari seorang
  2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.
  3. Dispensasi kawin
  4. Pencegahan perkawinan
  5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
  6. Pembatalan perkawinan
  7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
  8. Perceraian karena talak
  9. Gugatan perceraian
  10. Penyelesaian harta bersama
  11. Penguasaan anak-anak
  12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya.
  13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isrti atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
  14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
  15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
  16. Pencabutan kekuasaan wali
  17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut.
  18. Penunjukan seorang walidalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
  19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannnya.
  20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
  21. Tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran
  22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lain.

       Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapan yang menjadi ahli waris, serta bagian masing-masing ahli waris.

       Yang dimaksud dengan”wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

       Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

       Yang dimaksud dengan “wakaf” adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

       Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

       Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.

       Yang dimaksud dengan ‘Shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wata’ala.

       Yang dimaksud dengan “ekonomo syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :

  1. Bank syariah
  2. Lembaga keuangan mikro syari’ah
  3. Asuransi syari’ah
  4. Reasuransi syari’ah
  5. Reksa dana syari’ah
  6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
  7. Sekuritas syari’ah
  8. Pembiayaan syariah
  9. Pegadaian syari’ah
  10. Dana pension lembaga keuangan syari’ah, dan
  11. Bisnis syari’ah. 

2.  Sengketa Milik (Pasal 50 UU No.3 Tahun 2006):

(1). Dalam hal terjadi sengketa milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

(2). Apabila terjadi sengketa milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragana Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

Penjelasan :

  • Ketentuan ini memberi wewenang kepada Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktupenyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di Pengadilan Agama
  • Sebailknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di Pengadilan Agama, sengketa di pengadilan Agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang bereberatan telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di Pengadilan Agama
  • Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, Pengadilan Agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud.
  • Dalam hal sengketa kepemilikan yang timbul akibat dari transaksi kedua dan seterusnya, maka sengketa kepemilikan tersebut merupakan kewenanganperadilan umum untuk memutus dan mengadili.(SEMA No.4/2016)

3. Itsbat kesaksian rukyat hilal, arah kiblat dan waktu shalat (Pasal 52 A UU No. 3 Tahun 2006):

Pengadilan Agama memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.

Penjelasan :

  • Selama ini Pengadilan Agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hujriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal.
  • Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.

4. Mahkamah Syari’iyah (Pasal 3 A  UU No. 50 Tahun 2009):

  • Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
  • Penjelasan Pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam tersebut menyatakan: (i). kewenangan dalam bidang al-ahwal al-syakhshiyah meliputi hal-hal yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama berserta penjelasan dari pasal tersebut, kecuali waqaf, hibah, dan sadaqah, (ii). kewenangan dalam bidang mu`amalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan seperti: jual beli, hutang piutang, qiradh (permodalan), musaqah, muzara`ah, mukhabarah (bagi hasil pertanian), wakilah (kuasa), syirkah (perkongsian), ariyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta), Syuf`ah (hak langgeh), rahnu (gadai), ihya'u al-mawat (pembukaan tanah), ma`adin (tambang), luqathah (barang temuan), perbankan, ijarah (sewa menyewa), takaful, perburuhan, harta rampasan, waqaf, hibah, sadaqah, dan hadiah, (iii). kewenangan dalam bidang jinayat adalah sebagai berikut: (i). Hudud (zina, menuduh berzina/qadhaf, mencuri, merampok, minuman keras dan Napza, murtad, pemberontakan (bughat), (ii). Qishash/diat (pembunuhan, penganiayaan), (iii) Ta`zir (judi, khalwat, meninggalkan shalat fardhu dan puasa Ramadhan). 
  • Qanun No.12 Tahun 2003 tentang Larangan Khamar dan Sejenisnya
  • Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Larangan Maisir (judi)
  • Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Larangan Khalwat (mesum)
  • Qanun No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan zakat : (i) Tidak membayar zakat setelah jatuh tempo, (ii). Membayar zakat tidak menurut yang sebenarnya, (iii). Memalsukan surat Baitul Mal, (iv). Melakukan penggelapan zakat atau harta agama lainnya, (v). Petugas baitul mal yang menyalurkan zakat secara tidak sah.
  • Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat
  • Qanun No.7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat
  • Qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal
  1. Jenis perkara
  •  Mukti Arto [1] merinci dengan runtut jenis perkara peradilan Agama  sebagai berikut :
  • 1) Anak dalam Kandungan
    1. Sah/tidaknya kehamilan.
    2. Status anak dalam kandungan sebagai ahli waris.
    3. Bagian ahli waris anak dalam kandungan.
    4. Kewajiban orangtua terhadap anak dalam kandungan.

2).  Kelahiran

  1. Penentuan sah/tidaknya anak.
  2. Penentuan asal usul anak.
  3. Penentuan status anak/pengakuan anak.

3).  Pemeliharaan anak

  1. Perwalian terhadap anak.
  2. Pencabutan kekuasaan orangtua.
  3. Penunjukan/penggantian wali.
  4. Pemecatan wali.
  5. Kewajiban orangtua/wali terhadap anak.
  6. Pengangkatan anak; anak sipil, anak terlantar.
  7. Sengketa hak pemeliharaan anak.
  8. Kewajiban orangtua angkat terhadap anak angkat.
  9. Pembatalan pengangkatan anak.
  10. Penetapan bahwa ibu turut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak.

4).  Perkawinan (Akad Nikah)

  1. Sengketa pertunangan dan akibat hukumnya.
  2. Dispensasi kawin di bawah umur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
  3. Ijin kawin dari orangtua yang belum berumur 21 tahun.
  4. Wali Adhol (Permenag. No. 2/1987).
  5. Pencegahan kawin.
  6. Penolakan kawin oleh PPN.
  7. Ijin beristeri lebih dari seorang.
  8. Penetapan sahnya perkawinan.
  9. Pembatalan perkawinan.
  10. Penolakan ijin perkawinan campuran oleh PPN.
  11. Penetapan sah/tidaknya rujuk.

5).  Hak dan kewajiban suami isteri

  1. Mahar.
  2. Penghidupan isteri (nafkah,kiswah,maskan, dan sebagainya).
  3. Gugatan atas kelalaian suami terhadap isteri.
  4. Penetapan nusyuz.
  5. Perselisihan suami-isteri.
  6. Gugatan atas kelalaian isteri.
  7. Muth’ah.
  8. Nafkah iddah.
  9. Sengketa tempat kediaman bersama suami-isteri.

6).  Harta benda dalam perkawinan

  1. Penentuan status harta benda dalam perkawinan.
  2. Perjanjian harta benda dalam perkawinan.
  3. Pembagian harta benda dalam perkawinan.
  4. Sengketa pemeliharaan harta benda dalam perkawinan.
  5. Sita marital atas harta perkawinan.
  6. Sengketa hibah.
  7. Sengketa wakaf.
  8. Harta bawaan  suami isteri.

7).  Putusnya perkawinan

  1. Penentuan putusnya perkawinan karena kematian.
  2. Perceraian atas kehendak suami (cerai talak).
  3. Perceraian atas kehendak isteri (cerai gugat yang didalamnya meliputi masalah tentang li’an,khuluk,fasakh, dan sebagainya).
  4. Putusnya perkawinan karena sebab-sebab lain.

8).  Pemeliharaan orangtua

  1. Kewajiban anak terhadap orangtua (Pasal 46 UUP).
  2. Kewajiban anak angkat terhadap orangtua angkat.

9).  Kematian

  1. Penetapan kematian secara yuridis, misalnya karena mafqud (Pasal 96 ayat (2) KHI).
  2. Penetapan sah/tidaknya wasiat;

10). Kewarisan

  1. Penentuan ahli waris.
  2. Penentuan  mengenai harta peninggalan.
  3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris.
  4. Pembagian harta peninggalan.
  5. Penentuan kewajiban ahli waris terhadap  pewaris.
  6. Pengangkatan wali bagi ahli waris yang tidak cakap bertindak.
  7. Baitul mal.

KOMPETENSI RELATIF

  1. Perkara Perceraian :
  • Cerai talak sebagai berikut :
  1. Suami/Pemohon mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman istri/termohon.
  2. Suami dapat mengajukan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman suami/pemohon apabila istri/termohon secara sengaja meninggalkan tempat kediaman tanpa ijin suami.
  3. Apabila istri/termohon bertempat kediaman di luar negeri maka yang berwenang adalah Pengadilan Agama yang meliputi kediaman suami/pemohon.
  4. Apabila kedua suami istri bertempat kediaman di luar negeri, yang berhak adalah Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat pelaksanaan/terdaftarnya perkawinan atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Pasal 66 UU No.7 Tahun 1989)
  • Cerai gugat :
  1. Isteri selaku Penggugat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediamannya (tempat kediaman isteri) selaku Penggugat.
  2. Apabila isteri berkediaman di luar negeri, maka gugatan perceraian antara keduanya merupakan kewenangan relatif  Pengadilan Agama yang mewilayahi kediaman suami selaku Tergugat.
  3. Jika ternyata suami dan isteri sama-sama bertempat kediaman di luar negeri, maka yang berwenang secara relatif untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara suami isteri tersebut adalah Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tercatatnya perkawinan suami isteri tersebut, atau dapat juga diajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Pasal 73 Undang-Undang No.7 Tahun 1989)
  4. Non (selain) perceraian :
  5. Perkara izin poligami, diajukan ke Pengadilan Agama tempat tinggal suami. (Pasal 4 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  6. Perkara izin kawin kurang dari 21 tahun, diajukan oleh calon mempelai ke Pengadilan Agama tempat kediaman Pemohon. (Pasal 6 ayat (5)  UU No. 1 Tahun 1974).
  7. Perkara dispensasi kawin di bawah umur, diajukan oleh orangtua calon mempelai ke Pengadilan Agama tempat kediaman Pemohon. (Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974).
  8. Perkara pencegahan kawin, diajukan oleh keluarga garis lurus ke atas dan ke bawah/saudara wali nikah/wali pengampu pihak yang berkepentingan/pejabat yang ditunjuk/suami/isteri dari calon mempelai, ke Pengadilan Agama wilayah KUA tempat akan dilangsungkan perkawinan. (Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  9. Perkara penolakan kawin oleh Pejabat Pencatat Nikah (PPN), diajukan oleh mempelai ke Pengadilan Agama di wilayah tempat perkawinan akan dilangsungkan.
  10. Perkara sengketa pinangan, diajukan oleh calon mempelai atau orangtuanya ke Pengadilan Agama di wilayah KUA yang bersangkutan. (Pasal 11 s.d 13 KHI).
  11. Perkara itsbat nikah, diajukan oleh suami atau isteri/ keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah/pihak yang berkepentingan ke Pengadilan Agama tempat suami/isteri bertempat tinggal atau tempat perkawinan dilangsungkan. (Pasal 64  UU No. 1 Tahun 1974).
  12. Perkara pembatalan perkawinan, diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas dari suami atau isteri, pejabat yang berwenang/pejabat yang ditunjuk/suami atau isteri dari salah satu mempelai/ jaksa ke Pengadilan Agama di wilayah PPN perkawinan dilangsungkan, wilayah suami isteri, wilayah suami/isteri. (Pasal 23 dan Pasal 24  UU No. 1 Tahun 1974).
  13. Perkara kelalaian atas kewajiban suami/isteri, diajukan oleh suami atau isteri ke Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat. (Pasal 34 ayat 3 UU No. 1 Tahun 1974).
  14. Perkara harta bersama, diajukan oleh suami atau isteri ke Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat, kecuali dikumulasi dengan perkara perceraian. (Pasal 116 HIR jo. Pasal 66 ayat (5) dan Pasal 86 ayat (1) UU No. 50 Tahun 2009).
  15. Perkara penguasaan anak, diajukan oleh suami atau isteri ke Pengadilan Agama tempat kediaman tergugat, kecuali apabila digabung dengan perkara perceraian. (Pasal 116 HIR jo. Pasal 66 ayat (5) dan Pasal 86 ayat (1) UU No. 50 Tahun 2009 jo Pasal 41 (a) UU No. 1 Tahun 1974).
  16. Perkara pengangkatan anak, diajukan oleh orangtua (suami isteri) yang mengangkat anak ke Pengadilan Agama tempat kediaman Pemohon. (Pasal 171 KHI).
  17. Perkara kewajiban suami terhadap bekas isteri, diajukan oleh isteri ke Pengadilan Agama tempat tinggal penggugat (isteri). (Pasal 41 (c) UU No. 1 Tahun 1974).
  18. Perkara sah tidaknya anak, diajukan oleh suami atau pihak yang berkepentingan ke Pengadilan Agama tempat anak dilahirkan atau tempat anak berada. (Pasal 41 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974).
  19. Perkara pencabutan kekuasaan orangtua, diajukan ayah atau ibu dari anak tersebut atau walinya/keluarga dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung/pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat tergugat bertempat tinggal/ tempat anak berada. (Pasal 49 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  20. Perkara pencabutan kekuasaan wali, diajukan ayah atau ibu dari anak tersebut atau walinya/keluarga dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung/pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat tergugat bertempat tinggal/ tempat anak berada. (Pasal 53 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  21. Perkara penunjukan wali, diajukan ayah atau ibu dari anak tersebut atau walinya/keluarga dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung/pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat pemohon bertempat tinggal/ tempat anak berada. (Pasal 53 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  22. Perkara penunjukan wali oleh Pengadilan karena orangtua yang meninggal tidak menujuk atau berwasiat, diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas/saudara kandung pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat tergugat bertempat tinggal atau tempat anak berada. (Pasal 5 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).
  23. Perkara ganti rugi atas kelalaian wali, diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas/saudara kandung/pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat tinggal tergugat. (Pasal 54 UU No. 1 Tahun 1974).
  24. Perkara penetapan asal usul anak, diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas/saudara kandung/pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama tempat anak berada atau dilahirkan. (Pasal 55 UU No. 1 Tahun 1974).
  25. Perkara adlolnya wali, diajukan oleh mempelai ke Pengadilan Agama tempat pemohon bertempat tinggal. (Pasal 2 Permenag No.2 Tahun 1987).
  26. Perkara sengketa rujuk, diajukan oleh suami isteri/keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah ke Pengadilan Agama tempat suami isteri bertempat tinggal tempat rujuk dilaksanakan. (Pasal 10 KHI).
  27. Perkara kewajiban anak terhadap orangtua, diajukan oleh orangtua ke Pengadilan Agama tempat tergugat bertempat tinggal. (Pasal 46 UU No.1 Tahun 1974)
  28. Perkara penolakan perkawinan campuran oleh PPN, diajukan oleh calon mempelai ke Pengadilan Agama tempat PPN berada. (Pasal 60 ayat (3) UU No.1 Tahun 1974).
  29. Perkara ibu turut memikul kewajiban atas pemeliharaan anak, diajukan oleh suami/walinya ke Pengadilan Agama tempat tergugat bertempat tinggal. (Pasal 118 HIR jo. Pasal 41 (b) UU No.1 Tahun 1974).
  30. Perkara pembagian harta waris, diajukan oleh ahli waris ke Pengadilan Agama tempat tinggal tergugat atau tempat harta warisan berada. (Pasal 118 HIR).
  31. Perkara sengketa wakaf, diajukan oleh nadzir/wakif/pejabat yang berwenang/ahli waris wakif ke Pengadilan Agama tempat benda wakaf berada. (Pasal 12 PP N0.28 Tahun 1977).
  32. Perkara sengketa hibah, diajukan oleh suami/isteri/ahli waris orang yang hibah ke Pengadilan Agama tempat benda berada atau tempat tinggal tergugat. (Pasal 49 UU No.50Tahun 2009 jo Pasal 210 HIR).
  33. Perkara sengketa wasiat, diajukan oleh suami/isteri pewasiat/ahli waris ke Pengadilan Agama tempat benda tersebut berada atau tempat tinggal tergugat. (Pasal 49 UU No.50Tahun 2009).
  34. Perkara ekonomi syariah diajukan oleh pihak di tempat domisili hukum yang diperjanjikan atau jika tidak diperjanjikan di wilayah hukum domisi Tergugat atau di pengadilan agama yang mewilayahi objek sengketa.

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Ampana

 Lokasi Kantor

 Jl. Merdeka (Komplek Perkantoran Bumi Mas)

 Kode Pos 95683

 Telpon 0464-1337400

 Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

5 2 4 logo w3c html5 2 4 logo WAI AAA2  ssl Copyright © 2021 Pengadilan Agama Ampana.